Langsung ke konten utama

Walhi: Pulihkan Indonesia


Di bawah langit, di tepian pantai Talise pada taman kota (public area), sekelompok aktivis berkumpul memperingati momen penting, Hari Ulang Tahun Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) ke 31 (16/10).

Menurut Direktur Walhi Sulteng, Wilnialita Selviana, “Pulihkan Indonesia” menjadi tema ulang tahun Walhi yang digelar di 25 kota Cabang Walhi se Indonesia. “Kerusakan lingkungan terjadi sudah sangat luar biasa, terutama di Sulawesi Tengah yang sedang berusaha maju berkembang. Sayangnya, persoalan kerusakan lingkungan masih dipandang sebelah mata,” ujar aktivis lingkungan yang juga akrab disapa Lita ini.

Ia juga mengajak semua pihak agar terlibat dalam upaya pulihkan Sulawesi Tengah. Secara khusus, Lita mempersoalkan rencana operasi tambang emas di wilayah Poboya yang berjarak hanya sekita tujuh kilometer dari kota Palu. Kekhawatirannya berlandaskan bahaya merkuri dan sianida yang akan mengancam kehidupan warga.

Selain itu, bahaya lain yang mengintai adalah rencana reklamasi pantai Talise untuk pembangunan Matahari Square (pusat perbelanjaan). Jika proyek ini terlaksana, berpotensi menyingkirkan mata pencaharian nelayan, pencemaran air laut dan penggusuran warga di sekitar pantai Talise.

Kegiatan ini juga dimeriahkan oleh Sanggar Seni Lentera yang menyanyikan lagu-lagu etnik khas Palu. Kepiawiaan mereka dalam memainkan seruling, gendang dan gitar serta penyanyi yang interaktif dengan para undangan membuat suasana hangat dan bersahabat.

Beberapa pimpinan organisasi non pemerintah lainnya turut pula memberikan orasi, misalnya Saharudin Ariestal dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng,  Dedi Irawan dari Yayasan Pendidikan Rakyat (YPR) dan Undeng dari Kelompok Peduli Perempuan dan Anak (KPPA).

Saharudin Ariestal memberikan catatan bahwa musuh rakyat saat ini adalah PT Citra Palu Mineral (CPM) yang mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Ia mengkhawatirkan bahaya pencemaran lingkungan yang akan terjadi di masa yang akan datang. “PT CPM akan membuang limbah mereka di laut kita, di laut ini,” kata Etal sambil menunjuk ke arah teluk Palu.


Palu, Arsip 2011

Ditulis untuk Majalah Silo Edisi 43, Yayasan Merah Putih Palu, dimuat kembali di blog ini untuk tujuan pendidikan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengorbanan Terbaik Manusia Indonesia*

Oleh: Sherr Rinn “Orang yang paling bahagia adalah mereka yang memberikan kebahagiaan terbesar kepada orang lain.” (Status Facebook Sondang Hutagalung, 19 September 2011) “Untuk memberikan cahaya terang kepada orang lain kita jangan takut untuk terbakar. Dan bagi mereka yang terlambat biarlah Sejarah yang menghukum-nya.” (Sondang Hutagalung)

PHK Karena Pandemi

Belakangan marak pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan pandemi Covid-19 (virus corona). Pengusaha mengaku order mengalami penurunan akibat perlambatan ekonomi, sehingga terpaksa harus melakukan PHK terhadap para pekerja dengan alasan force majeur (keadaan memaksa). Kondisi ini terutama menimpa industri tekstil yang padat karya dan sangat kompetitif dalam persaingan di pasar. Akibatnya terjadi dua jenis PHK sebagai berikut: 1. PHK bagi pekerja berstatus kontrak dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Pekerja kontrak dikenai PHK begitu saja tanpa diberikan uang sisa masa kontrak. Dalihnya adalah keadaan memaksa menyebabkan perjanjian batal dengan sendirinya sebagaimana yang diatur dalam: a. Pasal 1244 KUH Perdata Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertangg...

“No Right, No REDD”

REDD (Reducing Emission From Deforestation and Degradation) belum berhenti diperdebatkan. Belum tercapai suatu kesepakatan final mengenai bentuk dari program REDD itu sendiri. Di tengah pergumulan itu, suatu program ujicoba (eksperimen) layak dicoba.  Itulah barangkali eksperimen yang tengah ditempuh oleh kerjasama Pemerintah Indonesia dan Norwegia yang sudah disepakati Mei 2010 lalu. Kesepakatan program REDD telah bergerak pula ke Sulawesi Tengah sebagai salah satu propinsi yang memiliki vegetasi hutan seluas sekitar 4.394.932 ha atau sekitar 64% dari wilayah Provinsi. Bernama United Nations on Reducing Emission From Deforestation and Degradation (UN-REDD) yang didukung oleh Pemerintah Norwegia secara khusus di Sulawesi Tengah. Program ini dipersiapkan untuk menghadapi program REDD+ secara nasional untuk tahun 2012 nanti. Sejumlah persiapan telah dilakukan, termasuk membentuk Kelompok Kerja (Pokja) UN-REDD yang dianggotai 76 orang dari berbagai elemen masyarakat. Pembentukan Pok...