Langsung ke konten utama

Tanpa Peta, Inpres Belum Bisa Jalan


Instruksi Presiden Nomor 10 tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Ijin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut telah berlaku sejak 20 Mei 2011. Namun, sampai sekarang pihak Dinas Kehutanan Propinsi Sulawesi Tengah mengaku belum menindaklanjuti inpres tersebut karena belum ada peta.

“Kita juga masih menunggu peta indikatif moratorium itu. Benar ada lampirannya tapi ukurannya terlalu kecil, skalanya dua jutaan. Sekarang sedang dibuat peta dalam ukuran besar oleh Kementerian Kehutanan bekerja sama dengan Bakorsurtanal. Kita juga masih menunggu itu,” ujar Kasubdin Planalogi Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah, Syafiuddin Natsir, di kantornya, Rabu (6/07).

Kelambanan proses moratorium ini memang sudah terasa sejak awal. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjanjikan akan mengeluarkan kebijakan moratorium pada Januari 2011, nyatanya molor lima bulan.

Syafiuddin juga mengatakan pihaknya merencakan kegiatan sosialisasi Inpres Nomor 10 tahun 2011 yang akan menghadirkan Kementerian Kehutanan. “Saya harap Inpres ini bisa betul-betul dijalankan di Sulteng. Petanya ini yang sangat penting, terutama untuk disosialisasikan kepada pemerintah kabupaten karena kabupaten yang punya banyak kepentingan di situ. Yang banyak mengeluarkan ijin, khan, Bupati. Alangkah sayangnya kalau Bupati mengeluarkan ijin ternyata itu hutan primer, bisa masuk penjara,” katanya.

Ia juga mengatakan belum ada ijin pembukaan lahan hutan yang diberikan oleh pemerintah Provinsi Sulteng. Pemerintah provinsi memiliki kewenangan mengeluarkan ijin penggunaan kawasan lintas kabupaten.
Sementara, selama ini ijin pembukaan hutan paling banyak dikeluarkan oleh pemerintah Kabupaten.

Dinas Kehutanan Sulteng memiliki data kawasan hutan bertahun 2007 yang diambil menggunakan citra satelit beresolusi rendah sehingga mustahil dijadikan sebagai acuan pelaksanaan moratorium ijin baru yang berlaku hanya dua tahun itu. Apalagi, dalam empat tahun tutupan hutan juga pasti mengalami perubahan.

Demi Emisi
Hal lain yang terungkap, kebijakan moratorium penebangan hutan dilakukan demi mengurangi emisi karbon. Sejalan dengan program Reducion Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD) yang akan dilaksanakan di Sulawesi Tengah 2012 ke depan.

“Ini bisa membantu REDD. REDD itu, khan, intinya mencari lahan untuk menjual karbon untuk mengatasi deforestasi. Lihat isi Inpres ini ditujukan untuk REDD,” terang Syafiuddin.

“Dalam rangka menyeimbangkan dan menselaraskan pembangunan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan serta upaya penurunan Emisi Gas Rumah Kaca yang dilakukan melalui penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, dengan ini menginstruksikan…” (isi kalimat pembuka Inpres Nomor 10 Tahun 2011)


Palu, Arsip 2011
Pertama kali dimuat di Majalah Silo Edisi 42, Yayasan Merah Putih Palu, dimuat kembali di blog ini untuk tujuan pendidikan.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PHK Karena Pandemi

Belakangan marak pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan pandemi Covid-19 (virus corona). Pengusaha mengaku order mengalami penurunan akibat perlambatan ekonomi, sehingga terpaksa harus melakukan PHK terhadap para pekerja dengan alasan force majeur (keadaan memaksa). Kondisi ini terutama menimpa industri tekstil yang padat karya dan sangat kompetitif dalam persaingan di pasar. Akibatnya terjadi dua jenis PHK sebagai berikut: 1. PHK bagi pekerja berstatus kontrak dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Pekerja kontrak dikenai PHK begitu saja tanpa diberikan uang sisa masa kontrak. Dalihnya adalah keadaan memaksa menyebabkan perjanjian batal dengan sendirinya sebagaimana yang diatur dalam: a. Pasal 1244 KUH Perdata Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertangg

Resume Situasi Sulawesi Tengah tahun 2009

Situasi Daerah Ø   Kapitalisme sebagai tahap tertinggi/akhir dari masyarakat berkelas yang didorong oleh krisis-krisisnya telah mengintegrasikan dunia ke dalam satu cara produksi kapitalis. Ø   Kebijakan neoliberalisme sebagai obat dari krisis kapitalisme, yang saat ini dipakai sebagai mazhab ekonomi di Indonesia semakin memperdalam kemiskinan rakyat Indonesia, termasuk di daerah Sulawesi Tengah. Ø   Pada prinsipnya, berbagai kebijakan politik yang diproduk di Sulawesi adalah untuk memperkuat berbagai kebijakan rezim neoliberal untuk memuluskan masuknya modal asing. Apalagi, karakter borjuis lokal/elit daerah yang pengecut, bertenaga produktif sangat rendah, berpolitik untuk bisa korupsi, sehingga tidak heran banyak elit-elit politik yang menjadi kaya mendadak setelah memegang jabatan politik tertentu.

Lagi-lagi, Warga Jadi Korban Aparat

Darah kembali mengalir dari daging yang tertancap peluru. Korban itu bernama Erik alias Heri, warga Pakuli, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Heri meninggal terkena tembakan peluru polisi pada Minggu dini hari (9/10). Penyerbuan polisi itu dipicu oleh aksi tawuran antar-pemuda desa Bangga dan desa Kinta. Selain Heri, tiga korban lainnya luka-luka terkena peluru. Aliansi Masyarakat Anti Company (AMAN) Sulteng menggalang dana dengan turun ke jalan. Aksi ini sebagai bentuk protes kepada kepolisian yang melakukan penembakan hingga menewaskan nyawa warga. “Kami benar-benar mengutuk tindakan aparat polisi yang membabi-buta. Sumbangan ini bukan untuk membantu polisi bertanggungjawab, sumbangan ini untuk memperlihatkan bahwa masyarakat masih punya solidaritas. Semua dana yang terkumpul berjumlah Rp 1,7 juta sudah kami berikan ke beberapa korban,” kata Koordinator AMAN Sulteng, Nasrullah, pada Minggu (16/10).