Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2013

Ke Jakarta atau di Daerah?

Perdebatan seputar Mayday ke Jakarta atau di daerah (khususnya Bekasi) penting untuk diulas. Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) bersama unsur-unsur Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) bersepakat menggelar aksi bersama di Jakarta sebagai bentuk penyatuan nasional. Massa buruh dari Jakarta, Bogor, Tangerang, Karawang, Bekasi dan sekitarnya, harus masuk Jakarta dengan target 500 ribu – 1 juta buruh. Kelompok buruh ini menuntut JAMSOSTUM: Jaminan Kesehatan, Hapus Outsourcing dan Tolak Upah Murah, serta tolak kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM), tolak RUU Ormas dan RUU Kamnas. Sementara, cabang-cabang FSPMI (kecuali Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi dan sekitarnya) akan melaksanakan aksi di pusat-pusat kekuasaan daerah masing-masing. Konsentrasi aksi pada “Pusat kekuasaan” ini lah  yang menjadi titik tekan MPBI. Dengan kata lain, aksi Mayday adalah bentuk aksi politik untuk menuntut kepada pemerintah agar memen

Kesehatan Reproduksi dalam Belenggu

Kesehatan Reproduksi dalam Belenggu [1]           Perempuan mengalami masalah kesehatan khusus yang tidak dialami oleh kaum laki-laki yang dinamakan sebagai kesehatan reproduksi perempuan yang secara langsung mempengaruhi kesehatan anak yang dikandung dan dilahirkan. Mayoritas perempuan mulai aktif secara seksual pada usia belasan tahun, yaitu berkembangnya fungsi alat-alat reproduksi, baik secara kuantitas (ukuran) dan kualitas (kemampuan reproduksi: haid, melahirkan dsb). Menurut pengertian yang telah diterima secara internasional, kesehatan reproduksi adalah sebagai keadaan kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan sistim, fungsi-fungsi dan proses reproduksi. Selain itu juga disinggung hak produksi yang didasarkan pada pengakuan hak asasi manusia bagi setiap pasangan atau individu untuk menentukan secara bebas dan bertanggung jawab mengenai jumlah anak, dan menentukan kelahiran anak mereka. Perempuan dan reproduksinya senantiasa da

Tambang Miskinkan Rakyat

Investasi yang terlihat sangat menyolok di Sulawesi Tengah adalah dalam bidang pertambangan yang dilegalkan oleh berbagai izin dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Selama kurun 13 tahun terakhir proses alih kepemilikan lahan semakin menjadi-jadi, mengkonsentrasikan keuntungan di tangan korporasi, hingga menyisakan dampak negatif yang harus ditanggung oleh rakyat dan lingkungan setempat. Terdapat 365 izin usaha pertambangan (IUP) baik yang beroperasi maupun hanya di atas kertas yang telah diterbitkan oleh seluruh kepala daerah di propinsi Sulawesi Tengah yang terdiri atas 9 kabupaten + 1 kota ini. Jumlah IUP terbesar ada di kabupaten Morowali, yakni 109 IUP. Selain IUP, ada Kontrak Karya (KK) dengan cakupan wilayah pertambangan yang sangat luas yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat. Beberapa KK yang sangat luas di Sulteng di antaranya KK PT CPM seluas 561.050 hektar membentang dari Kabupaten Buol, Tolitoli Donggala, Parigi Moutong, dan Sigi, serta  KK PT Inco seluas 36.635

Walhi: Palu Akan Krisis Air Bersih

Indikasi Palu akan krisis air bisa dilihat dari pertumbuhan bisnis hotel yang pesat. Ditambah lagi dengan adanya rencana pembangunan Palu Bay Park yang akan mereklamasi teluk Palu. Pemegang Proyek pembangunan PBP, PT Palu Property Sejahtera, anak perusahaan daerah (Perusda) kota Palu tengah menyiapkan acuan Amdal agar reklamasi teluk Palu dapat segera dilaksanakan pada tahun 2012. Palu Bay Park direncanakan menjadi pusat bisnis dan wisata kota Palu yang berisikan hotel bintang lima, pusat perbelanjaan, kondominium dan fasilitas lainnya. pembangunan PBP merupakan bagian dari program percepatan kawasan ekonomi khusus (KEK) Suteng yang dipusatkan di Palu.

Gubernur Niat Usir Dua Perusahaan Tambang

Gubernur Sulteng, Longki Djanggola, nampak serius saat melontarkan niatnya untuk mengusir PT Inco. Longki nampak geram saat mengisahkan janji-janji Inco membangun pabrik di Bahudopi yang tidak kunjung terealisasi. Pernyataan Longki ini terlontar dalam perhelatan Dialog Kebijakan LSM dan Pembangunan Berbasis Sumber Daya Alam di Sulawesi Tengah yang diselenggarakan oleh Yayasan Tanah Merdeka, Kamis (22/12) di Hotel Rama Palu. “Di dalam MP3I itu ada pembohongan publik. Di situ tertulis PT Inco akan membangun smelter nikel, tapi saya sudah bicara dengan Inco. Tidak ada pembangunan pabrik itu sampai sekarang,” tanggap Longki saat ditanyakan mengenai Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia yang menjadikan Sulteng sebagai salah satu wilayah penghasil nikel dengan adanya PT Inco.

Kaleidoskop 2011: Menelan Getir di Tanah Kaya

Tahun baru merupakan batas virtual (buatan) manusia. Suatu tonggak dimana waktu berakhir, lalu dimulai lagi. Karena batas ini adalah virtual, maka ia tidak bisa memanipulasi (mengubah) kejadian nyata itu sendiri. Kejadian-kejadian yang disusun setiap hari tanpa peduli batas waktu. Kejadian yang bisa terjadi tahun 2011 maupun terjadi lagi pada 2012, atau terangkai dalam tahun-tahun itu. Dalam agenda besar investasi di Sulteng, tahun 2011 adalah suatu fase dari proses yang sudah dimulai pada tahun-tahun lalu, dipermantap pada 2011, dan akan semakin diperdalam pada tahun-tahun yang akan datang.

Hutan dalam Skema Pasar

Pengelolaan sumber daya alam di daerah ini paling banyak menggunakan kawasan hutan, baik untuk keperluan kayu, perkebunan maupun pertambangan. Pemerintah sangat “ringan tangan” memberikan izin-izin pemanfaatan atau konversi hutan kepada perusahaan, namun menjadi bertangan besi ketika masyarakat lokal (adat) memanfaatkan kawasan hutan yang disebut taman nasional atau konservasi. Hutan sangat rentan dieksploitasi secara berlebihan demi mendapatkan nilai ekonomis. Berdasarkan data Dinas Kehutanan tahun 1999, luas hutan Sulawesi Tengah, yakni 4.394.932 ha atau sekitar 64% dari wilayah Provinsi (6.803.300 ha). Lahan hutan 854.245 hektar hanya dikuasai oleh 13 perusahaan pemegang Hak Pengelolaan Hutan (HPH). Tercatat delapan perusahaan masih aktif beroperasi di hutan seluas 573.710 hektar, sementara lima lainnya dinyatakan tidak aktif. HPH ini diberikan demi mendapatkan pemasukan kas negara.

Food Combining: Jalan Hidup Sehat

Masa modern ini, manusia justru lebih cepat terkena penyakit. Penyakit-penyakit seperti ginjal, asam urat, diabetes, obesitas dan lain-lain, yang dulunya hanya terkena orang yang sudah tua, sekarang juga menyerang manusia yang masih berusia muda. Padahal teknologi kedokteran dan pengobatan sudah berkembang sangat pesat. Di sisi lain, dalam penaklukan pasar, kesehatan pun menjadi komoditas. Kini, hidup sehat adalah barang mahal. Kebanyakan orang yang tidak mampu secara ekonomi menempuh jalan pengobatan alternatif. Dengan menggunakan ramuan herbal, misalnya.

Fak Sulteng Perjuangkan “Ganti Rezim, Ganti Sistem”

Langit mendung dan jalanan basah tidak menghalangi langkah demonstran untuk menggelar aksi 10 Desember, peringatan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia. Pun aksi Forum Rakyat Anti Kekerasan (FAK) Sulteng harus dimulai jam 12 siang, menunggu reda hujan yang telah turun sejak pagi. Arak-arakan ratusan massa FAK bermula dari Taman Gor Palu menempuh rute jalan Mawar, Hasanuddin, Sudirman hingga berakhir di Gedung DPRD Sulteng, jalan Samratulangi. Sepanjang jalan, aksi yang dikorlapi oleh Endang Herdianti, yang juga adalah Direktur Solidaritas Perempuan ini, meneriakkan slogan “Ganti Rezim, Ganti Sistem!”.

Walhi: Pulihkan Indonesia

Di bawah langit, di tepian pantai Talise pada taman kota (public area), sekelompok aktivis berkumpul memperingati momen penting, Hari Ulang Tahun Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) ke 31 (16/10). Menurut Direktur Walhi Sulteng, Wilnialita Selviana, “Pulihkan Indonesia” menjadi tema ulang tahun Walhi yang digelar di 25 kota Cabang Walhi se Indonesia. “Kerusakan lingkungan terjadi sudah sangat luar biasa, terutama di Sulawesi Tengah yang sedang berusaha maju berkembang. Sayangnya, persoalan kerusakan lingkungan masih dipandang sebelah mata,” ujar aktivis lingkungan yang juga akrab disapa Lita ini.

Tumpang Tindih Bukan Masalah Teknis

Perihal tumpang tindih lahan bukan karena persoalan teknis atau karena ketidaktahuan pihak pemberi izin. Setiap izin memiliki titik-titik koordinat yang berhubungan membentuk suatu luasan kawasan tertentu. Titik-titik ini adalah titik global navigasi yang diukur dengan alat GPS  (Global Positioning System). Jadi, jika izin yang sudah diberikan mengandung titik-titik GPS tertentu, dan ada izin baru yang diberikan mengandung titik-titik yang sama, maka kita bisa langsung tahu bahwa lahan tersebut sudah tumpang tindih. Baik tumpang tindih antar-izin maupun tumpang tindih antar izin dan kawasan hutan, dapat diketahui dengan teknologi GPS.

Tahura Poboya Tidak Boleh Diganggu

Kegiatan eksplorasi pertambangan PT Citra Palu Mineral (CPM) tidak boleh menggangu Taman Hutan Raya (Tahura) Poboya. Hal ini ditegaskan oleh Kepala Subdinas Planalogi Dinas Kehutanan Sulawesi Tengah, Syafiuddin Natsir, pada Senin (18/10). “Kontrak Karya CPM memang termasuk Tahura, tapi waktu mereka minta izin pinjam pakai Tahura, kami tidak memberikan. Tahura tidak boleh diganggu,” tegasnya. Penolakan tersebut dinyatakan dalam SK. 539/Menhut-II/2011 tanggal 23 September tentang izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan eksplorasi logam dasar. Rekomendasi Gubernur atas pertambangan teknis dari Dinas Kehutanan Sulteng mendasari keluarnya SK. SK ini hanya memberikan izin pinjam pakai kepada CPM pada Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 29.223 hektar di kawasan Poboya. Izin pinjam pakai untuk eksplorasi di areal HPT tersebut berlaku selama empat bulan dan harus diperpanjang lagi pada Februari 2012 nanti.

Perdamaian Berkeadilan Sosial, 2008

PERDAMAIAN HARUS BERKEADILAN SOSIAL [1] Perdamaian berakar kata dari damai, aman, tentram [2] dan kata-kata lainnya yang senada. Ungkapan “damai” menggambarkan suatu kondisi atau keadaan sosial di dalam masyarakat dimana tidak terjadi benturan-benturan antara anggota individu maupun kelompok di dalam masyarakat tersebut. Gagasan perdamaian ini menjadi sangat populer di era reformasi ini dimana banyak terjadi konflik-konflik kekerasan yang bernuansakan SARA di berbagai daerah di Indonesia . Sebenarnya apa yang melatarbelakangi konflik?? Hal ini sangat penting untuk diketahui, karena untuk merekonstruksi perdamaian perlu memahami jelas akar konflik sebagai antitesis perdamaian itu sendiri. Menurut pendekatan konflik (conflict approach) yang menjadi teori yang sangat populer akhir-akhir ini, konflik senantiasa ada (inheren) dan melekat di dalam masyarakat [3] sebagaimana halnya tata tertib. Masyarakat sendiri adalah suatu entitas yang heterogenistik. Ada beberapa faktor akt

Menjadikan Reforma Agraria Sebagai Gerakan Sosial

Dalam sejarah peradaban umat manusia, sejak masa komunal primitif, penguasaan tanah merupakan masalah mendasar. Sengketa-sengketa agraria muncul sebagai akibat penguasaan atas tanah-tanah subur oleh segelintir orang yang memiliki kekuasaan politik. Sengketa-sengketa itu seringkali berlangsung dengan cara-cara yang keji yang menyadarkan mayoritas orang untuk mengatur persoalan agraria. Reforma agraria (landreform) tidak bisa disamakan dengan reformasi yang perubahannya bersifat tambal sulam (koreksi). Reforma agraria menginginkan perubahan fungsi dan juga struktur.

Lagi-lagi, Warga Jadi Korban Aparat

Darah kembali mengalir dari daging yang tertancap peluru. Korban itu bernama Erik alias Heri, warga Pakuli, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Heri meninggal terkena tembakan peluru polisi pada Minggu dini hari (9/10). Penyerbuan polisi itu dipicu oleh aksi tawuran antar-pemuda desa Bangga dan desa Kinta. Selain Heri, tiga korban lainnya luka-luka terkena peluru. Aliansi Masyarakat Anti Company (AMAN) Sulteng menggalang dana dengan turun ke jalan. Aksi ini sebagai bentuk protes kepada kepolisian yang melakukan penembakan hingga menewaskan nyawa warga. “Kami benar-benar mengutuk tindakan aparat polisi yang membabi-buta. Sumbangan ini bukan untuk membantu polisi bertanggungjawab, sumbangan ini untuk memperlihatkan bahwa masyarakat masih punya solidaritas. Semua dana yang terkumpul berjumlah Rp 1,7 juta sudah kami berikan ke beberapa korban,” kata Koordinator AMAN Sulteng, Nasrullah, pada Minggu (16/10).

Investigasi: Berebut “Lahan” Inco

“Saat ini, kami sudah mendesak Inco untuk membangun fasilitas seperti jalan, dan infrastrukturnya di Morowali. Kalau Inco tidak mau melaksanakan, kami sudah memberi ultimatum kepada Inco agar keluar dari Morowali,” terang Asisten 3 Gubernur, Muzakir Lamanangke kepada massa aksi di beranda kantor Gubernur, pada Kamis (20/10). Jawaban inilah yang terlontar dari pihak Gubernur Sulawesi Tengah, saat massa mahasiswa beraksi menggugat keberadaan pertambangan di seantero Sulteng yang dianggap tidak menguntungkan rakyat. Apalagi, terang-terangan telah merengut nyawa manusia. Penembakan polisi yang menewaskan dua orang saat aksi ke Medco Energy pada bulan Ramadhan lalu, masih sangat membekas dalam ingatan masyarakat. Banyak massa yang tidak puas dengan pernyataan Muzakir. Pembangunan yang disebut-sebut Muzakir bukan merupakan kebutuhan masyarakat Morowali, tetapi adalah pembangunan infrastruktur sebagai bagian dari proses eksploitasi tambang nikel Inco di Morowali. Pemerintah Daerah (Pemda)

Hutan Berharap pada Inpres

Hutan telah disadari menjadi aset yang penting bagi kehidupan manusia di bumi. Kesadaran ini semakin menjadi sejak Reducion Emission From Deforestation dan Forest Degradation dipersiapkan di Indonesia. Salah satu regulasi yang penting mengenainya adalah Inpres No. 10 Tahun 2011 mengenai moratorium penebangan hutan primer dan pembukaan lahan gambut. Inpres ini memberikan manfaat bagi keberlangsungan hutan. Moratorium memberikan kesempatan bagi hutan untuk tumbuh dan bebas dari penebangan, serta jika diperlukan bisa diperpanjang. “Inpres itu, kan, diperuntukkan agar hutan bisa bernafas. Bisa saja diperpanjang oleh pusat jika dua tahun itu dirasa tidak cukup,” kata Kepala Subdinas Planalogi, Syafiuddin Natsir, pada Selasa (12/10).

Sering Dituduh Pencuri Bisa Dapat Penghargaan

Subuh, gelap, belum ada cahaya matahari yang menghalau ketenaran bintang-bintang di langit. Sebagian besar orang masih meringkuk di tempat tidur. Sementara itu, orang-orang yang taat ibadah berlomba memenuhi panggilan masjid untuk shalat. Pria bertubuh sedang, berkulit cokelat ini  juga sudah bangun, bahkan pada jam 5 sepagi itu, ia sudah siap bergegas meninggalkan rumah. Rumah kontrakan berdinding papan beratapkan rumbia. Kisah ini bukan kisah seorang tani di desa. Ia hidup di kota Palu, bertempat tinggal di jalan Nenas.

Niat Baik yang Terbatas

Moratorium penebangan hutan bukan isu baru. Sudah sekian lama diusulkan sebagai salah satu jalan keluar dari persoalan deforestasi di Indonesia oleh para aktivis dan organisasi lingkungan. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) sendiri telah mengusulkan kebijakan moratorium penebangan hutan kepada pemerintah sejak tahun 2002. Akhirnya pada tahun ini pemerintah mengeluarkan kebijakan moratorium pemberian ijin di kawasan hutan dalam bentuk Instruksi Presiden (Inpres). Tepatnya pada tanggal 20 Mei 2011, Preside Susilo Bambang Yudhoyono (Sby) menerbitkan Inpres nomor 10 tahun 2011 tentang penundaan pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut. Moratorium berlaku untuk hutan alam primer dan lahan gambut yang ditetapkan seluas 64 hektare (ha) di seluruh Indonesia yang dapat dilihat pada peta indikatif lampiran inpres.

KAS Luncurkan “Sutet Adalah Monster Bagi Kami”

Waktu sudah menunjukkan jam satu siang. Telah setengah jam berlalu sejak jadwal acara yang ditetapkan, namun belum nampak tanda-tanda acara akan segera dimulai. Kursi-kursi masih kosong-lompong, menunggu diisi. Penantian ini tidak sia-sia, nyaris setengah jam kemudian, tamu-tamu berdatangan. Di antara mereka saling mengenal satu sama lain, kentara dari wajah mereka sumringah sembari berjabat tangan. Setelah masing-masing mengambil tempat duduk, mengalir cerita tak putus-putusnya. Bukan cerita biasa, tapi perkara sosial pelik yang butuh pemecahan.

Inpres Itu Hanya Kebijakan Setengah Hati

Setelah peresmian kerjasama Pemerintah Indonesia dan Norwegia dalam program Reducing Emission From Deforestation and Forest Degradation (REDD) setahun yang lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sepertinya terlihat serius memenuhi komitmen penurunan emisi sebesar 41 persen. Hal ini dibuktikkan dengan penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) No. 10 tahun 2011 tentang penundaan pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan hutan gambut. Inpres tersebut sempat mengalami penundaan selama lima bulan. Sebelumnya penerbitan Inpres mengenai jeda balak ini dijadwalkan Januari, kemudian akhirnya baru terlaksana tanggal 20 Mei 2011.

Hatam Jatam: Pertambangan Harus Dihentikan!

Biasanya pantai yang juga menjadi salah satu tempat melepas penat warga kota ini marak dijajaki penjual buah dan warung kecil. Apalagi pada hari Minggu, bisa dipastikan taman di tepi pantai Talise ramai dikunjungi oleh warga dengan beragam keperluan. Ada yang hanya sekadar ngobrol, memotret, bersepatu roda, makan dan minum, jogging hingga jadi tempat berkumpul komunitas sepeda motor. Ada yang berbeda di Pantai Talise. Minggu, 29 Mei, keluar dari kebiasaan hedonis, kehendak perubahan didengungkan oleh Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng yang melakukan mimbar bebas di Talise. Pukul 16.00 Wita, puluhan massa berkumpul mengelilingi monumen Patung Kuda, membentangkan spanduk dan melakukan orasi via soundsystem. Korlap Aksi, Syarifah, berorasi bahwa hari itu adalah Hari Anti Tambang (Hatam) yang menyerukan penghentian seluruh operasi maupun rencana industri pertambangan. Menurut Jatam Nasional dalam website resminya (www.jatam.org), Hatam adalah mandat dari Pertemuan Nasional Jatam

Tanpa Peta, Inpres Belum Bisa Jalan

Instruksi Presiden Nomor 10 tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Ijin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut telah berlaku sejak 20 Mei 2011. Namun, sampai sekarang pihak Dinas Kehutanan Propinsi Sulawesi Tengah mengaku belum menindaklanjuti inpres tersebut karena belum ada peta. “Kita juga masih menunggu peta indikatif moratorium itu. Benar ada lampirannya tapi ukurannya terlalu kecil, skalanya dua jutaan. Sekarang sedang dibuat peta dalam ukuran besar oleh Kementerian Kehutanan bekerja sama dengan Bakorsurtanal. Kita juga masih menunggu itu,” ujar Kasubdin Planalogi Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah, Syafiuddin Natsir, di kantornya, Rabu (6/07).

Perempuan Pembuat Bata

Hari sudah beranjak sore. Tak ada sinar keemasan di ufuk barat. Pegunungan Gawalise nampak diselimuti kabut, memutih berderak-derak. Batu bata menumpuk rapi di tepi jalan menuju gunung. Disusun hingga setinggi 10 susunan batu bata. Kuala kecil mengalir dari pipa menuju ke lahan yang lebih rendah menjadi genangan-genangan. Tak ada papan nama untuk promosi. Siapapun yang lewat sudah tahu kalau batu-bata itu dijual. Demikian lah keadaan tempat pembuatan batu-bata di Lrg. Puendjidi, Kelurahan Kabonena, Palu Barat. Tumpukan bata itu terbagi menjadi dua warna. Bata yang berwarna merah adalah bata yang sudah dibakar dan siap jual. Sementara bata yang berwarna coklat lumpur masih sedang dijemur/diangin-anginkan. Kelompok bata yang sedang dijemur itu ditutupi dengan karung atau daun kelapa agar tak terkena sinar matahari langsung.

Belajar dari Organisasi Perjuangan Perempuan Dongi-Dongi

Empat hari berselang Hari Kartini, tepatnya 25 April adalah suatu momentum penting bagi Oppando. Organisasi Perjuangan Perempuan Dongi-Dongi ini melaksanakan Konferensi 1 yang dihadiri oleh 25 perempuan Dongi-Dongi dan belasan peserta peninjau. Oppando sudah berdiri setidaknya setahun belakangan. Jauh sebelum itu, keterlibatan kaum perempuan Dongi-Dongi dalam perjuangan mempertahankan lahan mereka telah ada sejak tahun 2001. Pelaksanaan konferensi I tahun ini merupakan tonggak sejarah dalam mempermantap perjuangan perempuan di Dongi-Dongi.

Poboya: Butuh Segera Ditangani Atau Terlambat Sama Sekali

Poboya kembali bergolak. Meski dalam momen yang berbeda, masih tetap dalam isu yang sama: Tolak PT CPM. Setelah berjibaku menolak PT CPM (Citra Palu Mineral) dalam serangkaian aksi-aksi sebelumnya, kali ini aksi para penambang Poboya mengambil momentum Hari Buruh Internasional (1/05/11) dalam suatu aliansi yang menamakan diri Persatuan Perlawanan Rakyat Indonesia (PRRI) Sulteng. Ada pula aksi dua aliansi berbeda lainnya, Front Perjuangan Rakyat (FPR) Sulteng dan Koalisi Pemerintahan Amanah dan Bersih (KOMPAS) Sulteng. Kala itu sekitar jam 11 siang. Matahari sudah memangggang ribuan massa yang menumpangi puluhan mobil di sepanjang jalan depan gerbang DPRD hingga perempatan lampu merah. Massa aksi tak kalah garangnya dengan matahari. Mereka memberikan dukungan yel-yel menguatkan orator-orator mereka yang berlaga di atas mobil soundsystem. Para pejabat tergopoh-gopoh keluar dari gedung DPRD menghampiri massa di depan gerbang yang dijaga aparat polisi.

REDD itu Hanya Dana Suplemen

Upaya mengonkretkan program Reducion Emission From Deforestation and Forest Degradation  (REDD) terus dilakukan dalam berbagai bentuk ujicoba. Banyak pihak boleh pesimis, tapi proses menuju implementasi REDD pada 2012 nanti terus berjalan. REDD merupakan program strategis yang diakomodir langsung oleh negara dengan melibatkan berbagai pihak termasuk para pelaku bisnis dan masyarakat sipil. Pemerintah tengah bekerja keras untuk menurunkan emisi sebesar 26 - 41 persen sesuai dengan komitmen presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada dunia. REDD sebenarnya bukan barang baru. Sebelumnya program semacam ini biasa disebut sebagai konservasi hutan. Hal yang ditonjolkan dari REDD adalah penurunan emisi karbon dalam skema perdagangan. Jumlah emisi karbon di udara tidak boleh melebih 450 ppm (part per million), sementara pada tahun 2005 jumlah emisi di udara sudah mencapai 379 ppm. Puncak emisi diperkirakan terjadi pada tahun 2015 nanti. Artinya, puncak dari dampak perubahan iklim secara besar-b

“No Right, No REDD”

REDD (Reducing Emission From Deforestation and Degradation) belum berhenti diperdebatkan. Belum tercapai suatu kesepakatan final mengenai bentuk dari program REDD itu sendiri. Di tengah pergumulan itu, suatu program ujicoba (eksperimen) layak dicoba.  Itulah barangkali eksperimen yang tengah ditempuh oleh kerjasama Pemerintah Indonesia dan Norwegia yang sudah disepakati Mei 2010 lalu. Kesepakatan program REDD telah bergerak pula ke Sulawesi Tengah sebagai salah satu propinsi yang memiliki vegetasi hutan seluas sekitar 4.394.932 ha atau sekitar 64% dari wilayah Provinsi. Bernama United Nations on Reducing Emission From Deforestation and Degradation (UN-REDD) yang didukung oleh Pemerintah Norwegia secara khusus di Sulawesi Tengah. Program ini dipersiapkan untuk menghadapi program REDD+ secara nasional untuk tahun 2012 nanti. Sejumlah persiapan telah dilakukan, termasuk membentuk Kelompok Kerja (Pokja) UN-REDD yang dianggotai 76 orang dari berbagai elemen masyarakat. Pembentukan Pokja i