Langsung ke konten utama

Data Tidak Valid Hambat Perempuan Miskin Akses BPJS


Jakarta – Validasi data masyarakat miskin menjadi salah satu hambatan bagi perempuan dalam mengakses jaminan kesehatan. Hal ini terungkap dalam diskusi “Agenda Perempuan dalam Politik Pembangunan Jakarta” sebagai salah satu kegiatan Festival Budaya Perempuan yang diselenggarakan oleh Institut Kapal Perempuan di Gelanggang Olahrag Jakarta Timur, Jumat (8/12/2016).

Jumiati, perempuan yang tinggal di bantaran Kali Ciliwung ini, mengeluhkan mahalnya biaya kamar rumah sakit. Ia berharap pemerintah memperhatikan masyarakat miskin seperti dirinya.

Perwakilan Kementerian Kesehatan, Iswinanto menjelaskan pihaknya telah mengusahakan subsidi iuran BPJS Kesehatan untuk masyarakat miskin. Masyarakat miskin dapat mengajukan diri sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI) untuk BPJS kelas III. Khusus untuk DKI Jakarta, pengajuan PBI dapat dilakukan ke Dinas Sosial setempat dengan pembiayaan melalui APBD.

“Seharusnya peserta kelas III digolongkan sebagai tidak mampu. Tapi karena data kita tidak baik, mereka jadinya mandiri. Kalau di DKI sekarang lebih mudah karena sudah ada kerja sama antara pemerintah daerah dengan BPJS Kesehatan,” terangnya.

Pemda DKI Jakarta memiliki program PBI sendiri yang bersumber dari APBD yang berbeda dari PBI  sebagai pemerintah pusat yang bersumber dari APBN.

“Pada titik mana Ibu-Ibu tidak mampu membayar iuran, lapor ke Dinsos,” kata Iswinanto.

Ia juga menyarankan agar peserta BPJS melaporkan ke BPJS apabila menemukan rumah sakit yang meminta pembayaran obat-obatan yang ditanggung oleh BPJS.

“Laporkan ke BPJS setempat,” katanya. 

Direktur Kapal Perempuan, Misi Misiyah mengajak masyarakat, khususnya perempuan, untuk mulai mengkritisi data yang ada. Data warga miskin yang tidak valid menjadikan warga miskin yang tidak terdata tidak dapat mengakses jaminan kesehatan. Pihaknya berharap agar semua calon gubernur DKI Jakarta memiliki program memvalidasi data yang melibatkan kelompok marjinal.

“Semua rakyat Indonesia, rakyat Jakarta, kelas bawah maupun menengah berhak berperan dalam memutuskan data dan harus ada pengawasan,” jelasnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PHK Karena Pandemi

Belakangan marak pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan pandemi Covid-19 (virus corona). Pengusaha mengaku order mengalami penurunan akibat perlambatan ekonomi, sehingga terpaksa harus melakukan PHK terhadap para pekerja dengan alasan force majeur (keadaan memaksa). Kondisi ini terutama menimpa industri tekstil yang padat karya dan sangat kompetitif dalam persaingan di pasar. Akibatnya terjadi dua jenis PHK sebagai berikut: 1. PHK bagi pekerja berstatus kontrak dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Pekerja kontrak dikenai PHK begitu saja tanpa diberikan uang sisa masa kontrak. Dalihnya adalah keadaan memaksa menyebabkan perjanjian batal dengan sendirinya sebagaimana yang diatur dalam: a. Pasal 1244 KUH Perdata Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertangg

Resume Situasi Sulawesi Tengah tahun 2009

Situasi Daerah Ø   Kapitalisme sebagai tahap tertinggi/akhir dari masyarakat berkelas yang didorong oleh krisis-krisisnya telah mengintegrasikan dunia ke dalam satu cara produksi kapitalis. Ø   Kebijakan neoliberalisme sebagai obat dari krisis kapitalisme, yang saat ini dipakai sebagai mazhab ekonomi di Indonesia semakin memperdalam kemiskinan rakyat Indonesia, termasuk di daerah Sulawesi Tengah. Ø   Pada prinsipnya, berbagai kebijakan politik yang diproduk di Sulawesi adalah untuk memperkuat berbagai kebijakan rezim neoliberal untuk memuluskan masuknya modal asing. Apalagi, karakter borjuis lokal/elit daerah yang pengecut, bertenaga produktif sangat rendah, berpolitik untuk bisa korupsi, sehingga tidak heran banyak elit-elit politik yang menjadi kaya mendadak setelah memegang jabatan politik tertentu.

Lagi-lagi, Warga Jadi Korban Aparat

Darah kembali mengalir dari daging yang tertancap peluru. Korban itu bernama Erik alias Heri, warga Pakuli, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Heri meninggal terkena tembakan peluru polisi pada Minggu dini hari (9/10). Penyerbuan polisi itu dipicu oleh aksi tawuran antar-pemuda desa Bangga dan desa Kinta. Selain Heri, tiga korban lainnya luka-luka terkena peluru. Aliansi Masyarakat Anti Company (AMAN) Sulteng menggalang dana dengan turun ke jalan. Aksi ini sebagai bentuk protes kepada kepolisian yang melakukan penembakan hingga menewaskan nyawa warga. “Kami benar-benar mengutuk tindakan aparat polisi yang membabi-buta. Sumbangan ini bukan untuk membantu polisi bertanggungjawab, sumbangan ini untuk memperlihatkan bahwa masyarakat masih punya solidaritas. Semua dana yang terkumpul berjumlah Rp 1,7 juta sudah kami berikan ke beberapa korban,” kata Koordinator AMAN Sulteng, Nasrullah, pada Minggu (16/10).