Langsung ke konten utama

FPRM Sulteng Gelar Aksi Peringatan Hari HAM Internasional

FPRM Sulteng Gelar Aksi Peringatan Hari HAM Internasional

FPRM News – Puluhan massa yang menamakan diri Front Politik Rakyat Miskin (FPRM) Sulteng melakukan aksi peringatan hari HAM se-dunia pada hari Rabu (10/12/09). Aksi ini mengambil tempat di jalan depan Gedung DPRD Sulteng. Dalam aksinya, massa aksi menuntut untuk mengadili para jendral-jendral pelanggar HAM dan penegakkan HAM yang seadil-adilnya. “Di Indonesia, pelanggaran HAM terjadi sangat parah karena adanya warisan feodalisme, kapitalis bersenjata dan lemahnya tenaga produktif melahirkan pemerintahan yang despotik (Orde Baru). Dari semua institusi yang memiliki kewenangan untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM tidak ada yang mampu menyeret jendral-jendral pelanggar HAM. Padahal bagaimana kekejaman bangsa ini yang membantai hampir 3 juta jiwa rakyat Indonesia pada periode 1965-1969, belum lagi kasus Talangsari, Kedung Ombo, Marsinah, Kasus 27 Juli, Tanjung Priok, Ambon - Aceh Berdarah, Mei 98, dsb yang sampai hari ini tidak jelas penanganan kasusnya kalaupun ada, tetapi belum mampu menyeret otak-otak pelaku. Ini dikarenakan seluruh spektrum politik yang ada di parlemen kita adalah kekuatan-kekuatan lama yang sebenarnya tokoh-tokohnya adalah terlibat. Belum lagi soal posisi para reformis gadungan yang takut dan pengecut berhadapan dengan kekuatan ini,” tegas Jay, korlap aksi.

Menurutnya, persoalan pelanggaran HAM diselesaikan dengan mengganti pemerintahan borjuis-pelanggar HAM dengan pemerintahan rakyat miskin. Untuk itu, syarat yang harus diciptakan adalah dengan membangun organisasi-organisasi rakyat yang mandiri yang tidak berkooptasi dan berkooperasi dengan elit-elit politik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengorbanan Terbaik Manusia Indonesia*

Oleh: Sherr Rinn “Orang yang paling bahagia adalah mereka yang memberikan kebahagiaan terbesar kepada orang lain.” (Status Facebook Sondang Hutagalung, 19 September 2011) “Untuk memberikan cahaya terang kepada orang lain kita jangan takut untuk terbakar. Dan bagi mereka yang terlambat biarlah Sejarah yang menghukum-nya.” (Sondang Hutagalung)

PHK Karena Pandemi

Belakangan marak pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan pandemi Covid-19 (virus corona). Pengusaha mengaku order mengalami penurunan akibat perlambatan ekonomi, sehingga terpaksa harus melakukan PHK terhadap para pekerja dengan alasan force majeur (keadaan memaksa). Kondisi ini terutama menimpa industri tekstil yang padat karya dan sangat kompetitif dalam persaingan di pasar. Akibatnya terjadi dua jenis PHK sebagai berikut: 1. PHK bagi pekerja berstatus kontrak dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Pekerja kontrak dikenai PHK begitu saja tanpa diberikan uang sisa masa kontrak. Dalihnya adalah keadaan memaksa menyebabkan perjanjian batal dengan sendirinya sebagaimana yang diatur dalam: a. Pasal 1244 KUH Perdata Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertangg...

“No Right, No REDD”

REDD (Reducing Emission From Deforestation and Degradation) belum berhenti diperdebatkan. Belum tercapai suatu kesepakatan final mengenai bentuk dari program REDD itu sendiri. Di tengah pergumulan itu, suatu program ujicoba (eksperimen) layak dicoba.  Itulah barangkali eksperimen yang tengah ditempuh oleh kerjasama Pemerintah Indonesia dan Norwegia yang sudah disepakati Mei 2010 lalu. Kesepakatan program REDD telah bergerak pula ke Sulawesi Tengah sebagai salah satu propinsi yang memiliki vegetasi hutan seluas sekitar 4.394.932 ha atau sekitar 64% dari wilayah Provinsi. Bernama United Nations on Reducing Emission From Deforestation and Degradation (UN-REDD) yang didukung oleh Pemerintah Norwegia secara khusus di Sulawesi Tengah. Program ini dipersiapkan untuk menghadapi program REDD+ secara nasional untuk tahun 2012 nanti. Sejumlah persiapan telah dilakukan, termasuk membentuk Kelompok Kerja (Pokja) UN-REDD yang dianggotai 76 orang dari berbagai elemen masyarakat. Pembentukan Pok...