Langsung ke konten utama

KRONOLOGIS AKSI 28 Oktober 2010


10.45                       :   -      700-an massa aksi berkumpul di taman Gor.

11.05                       :   -      Menuju sasaran aksi melewati jalan Mawar.
                                      -      Orasi politik dari Irwan perwakilan HMI-MPO. Dengan lantang ia meneriakkan, “Jangan pernah berharap ada perubahan kalau dalam pikiran kalian masih ada rasa takut pada hari ini. Jangan pernah bermimpi akan ada perubahan kalau di dalam hati kalian masih terbersit rasa takut pada siapapun. Hari ini, …kita akan buktikan bahwa anak muda kerjanya bukan hanya hedon-hedon, bahwa kita kerjanya bukan hanya hura-hura, tapi kita juga bisa memimpin. Coba lihat peta perpolitikan Sulawesi Tengah, semuanya dipimpin oleh orang-orang yang sudah tua. Kita harus memperlihatkan bahwa kaum muda bisa memimpin dan melakukan perubahan.”
                                      -      Orasi politik dari Nasrullah.


11.20                       :   -      Tiba di Bundaran Hasanuddin.
                                      -      Orasi politik dari Wasir (BEM STAIN). Wasir menyoal raibnya dana Bank Sulteng sebanyak 40 milyar lebih. “Masih banyak kasus di daerah ini yang belum selesai. Contohnya yang ada di depan kita (menunjuk ke arah Bank Sulteng), di situ, sahabat-sahabat sekalian, ada 42 milyar uang nasabah yang selama bertahun-tahun tidak jelas dimana anggarannya. Kami dari BEM STAIN, pernah melakukan investigasi di DPRD, kami dibilang sebagai wartawan, tapi kami bilang kami adalah mahasiswa dari STAIN yang melakukan investigasi. DPRD berjanji untuk melakukan pengusutan, tapi sampai hari ini, realisasi anggaran nasabah Bank Sulteng tidak ada. Kasihan nasabah, kasihan kaum miskin kota…di mana hati nuraninya ketua Dewan. Mau jadi apa kota Palu kalau ketua Dewannya begitu…semua anggota dewan Sulawesi Tengah telah meninggal dunia, innalillahi wa inna lillahi rajiun... kami adalah perwakilan orang-orang miskin yang hari ini ada di Sulawesi Tengah…”
                                      -      Hamzah sebagai Korlap mengarahkan massa untuk tetap solid melewati bundaran.
                                      -      Sarinah sebagai Wakorlap mengarahkan massa aksi untuk berhenti di bundaran dan menutup satu jalur jalan Hasanuddin.
                                      -      Orasi politik dari Wahyu (BEM UNISA).

11.29                         :   -      Perwakilan dari PMII, Rumansa, memberikan orasi politiknya. (tidak terdokumentasi)
                                        -      Orasi politik dari Nasir (LMND). Menurutnya, masih ada kapitalisme, masih ada imprealisme, masih ada neoliberalisme yang harus dilawan, dan memperjuangkan revolusi.
                                        -      Diambil alih oleh Sarinah selaku Wakorlap untuk memimpin massa aksi meneruskan perjalanan ke gedung DPRD.
11.39                         :   -      Orasi politik dari Ita (PPBI). Ita mengemukakan kenyataan pahit yang dialami oleh buruh di Indonesia, apalagi dengan akan adanya revisi UUK No. 13. Ia juga menyatakan sikap bahwa elit-elit politik yang berada di kekuasaan saat ini, tidak dapat dipercaya lagi. “Kita harus sadar akan hal itu, karena hanya dengan kesadaran itu, maka kita akan bisa memperjuangkan nasib kita.”
                                    -          Afdal perwakilan dari PEMBEBASAN melakukan orasi politik. “Persoalan-persoalan bangsa hari ini yang disebabkan oleh kebijakan-kebijakan rejim SBY-Budiono, yang tidak ada satupun berpihak kepada rakyat…berbagai macam kebijakan seperti privatisasi, revisi UUK 13, dan banyak lagi. Apakah kita hanya akan berdiam diri, kawan-kawan? Tentu saja tidak, saatnya kita melawan, saatnya kita bersatu, bertekad untuk menggulingkan rezim SBY-Budiono.”
                                    -          Sarinah berorasi menegaskan bahwa gerakan kita adalah gerakan perjuangan pernggulingan kekuasaan SBY dan elit-elit politik busuk. “Kawan-kawan semua, rakyat sudah tidak percaya lagi kepada elit-elit politik. Tingginya angka Golput adalah bukti semua itu. Pemilukada Kota Palu saja, kalau mau jujur, sebenarnya Golput  sebanyak 40 % lah yang menjadi pemenang, bukannya Cudi. Elit-elit politik di daerah, mau siapapun ia, mau dari keluarga kita, mau om kita, mau sepupu berapa karung pun, mau bapak kita sekalipun tidak akan pernah bisa memberikan kesejahteraan kepada rakyat. Karena mereka itu berasal dari partai-partai politik, sehingga dikendalikan oleh partai-partai politik masing-masing. Golkar, PDIP, PKB, PAN, PPP, semua yang ada di parlemen, semuanya sama-sama busuk. Sementara semua elit-elit politik itu hanya saling memperebutkan sogokan dari kapitalis asing. Maka bagi kita hanyalah bisa berjuang dengan membangun organisasi sendiri.

11.51                         :   -      Menuju kantor DPRD, Hendrik perwakilan dari PPRM berorasi politik. Di antara petikan orasinya, “SBY-Budiono telah gagal. Apakah kawan-kawan masih takut? Apakah kawan-kawan masih takut? (serentak massa aksi menjawab dengan tidak)…hanya dengan kekuatan rakyat, untuk itu, mari kita bersatu menggulingkan pemerintahan SBY-Budiono.”

11.54                         :   -      Tiba di depan gedung DPRD Sulteng, anggota polisi sudah bersiap menghadang massa aksi di depan gerbang gedung DPRD.
                                        -      Jalil dari FORKOM BEM memberikan orasi politik, sementara tim negosiator  bernegosiasi dengan pihak kepolisian agar diizinkan masuk ke gedung DPRD.
                                        -      Aksa dari KOMRAD melakukan orasi politik.

12.05                         :   -      Massa aksi diizinkan masuk ke halaman gedung DPRD. Sesampai tepat di depan Gedung DPRD, puluhan polisi sudah berada di depan pintu.
                                        -      Muhammad Aksa berpidato mengenai kebusukan elit-elit politik daerah dimana berbagai kasus terjadi seperti hilangnya dana Bank Sulteng, korupsi dana Mall, korupsi dana pembangunan gedung DPRD dan banyak lagi.
                                        -      Massa aksi meminta agar diizinkan masuk ke dalam gedung untuk bermaksud melakukan teatrikal yang bertemakan kebusukan anggota DPR dan pekerjaan mereka yang tidak pernah beres, mulai dari bermalas-malasan, korupsi, hanya main HP saat sidang dan seterusnya. Tapi maksud, tinggallah maksud, karena pihak DPRD menolak permintaan massa aksi. Ternyata, semua unsur Muspida, mulai dari Kapolda, Kejati hingga Gubernur berada di dalam gedung. Massa aksi menjadi semakin berang karena merasa semua penjahat politik berada dalam satu gedung. Kenyataan ini, semakin mendorong massa untuk memasuk gedung DPRD.
                                        -      Kericuhan tak terhindarkan. Berawal dari saling dorong, massa memecahkan sebuah lampu teras gedung DPRD dengan tiang bendera, hingga polisi melakukan pengejaran terhadap massa aksi. Sejumlah massa aksi yang dikejar memberikan perlawanan dengan menggunakan tiang bendera. Masing-masing pihak, baik polisi, maupun AMPIBI menenangkan anggotanya. Tapi hal itu tidak berlangsung lama, massa sudah terpencar di halaman gedung DPRD, dan polisi melakukan pengejaran secara terpencar pula. Di beberapa titik, terjadi letupan-letupan keributan.
                                        -      Saat massa aksi ingin merapat lagi ke depan gedung DPRD, berlangsung lagi adu mulut yang berujung pada saling pukul. Barisan polisi memberikan tendangan dan pengejaran lagi, hingga seorang massa aksi yang kena tendangan, terjatuh, kena injak polisi. Massa menjadi semakin berang dan berbalik melawan untuk menolong.
12.24                         :   -      Beberapa orang anggota massa aksi dinyatakan hilang, di antaranya Risdiyanto (PPBI), dan dua orang mahasiswa UNISA, Moh. Ojan dan Adi Hamu. Rupanya mereka disandera di dalam gedung DPRD. Dilaporkan pula mahasiswa UNISA yang lainnya, Supriadi mengalami patah kaki akibat jatuh dan diinjak oleh polisi. Adapula seorang wartawan yang kepalanya benjol berdarah karena terkena lemparan batu.
                                        -      Korlap, Hamzah Siji yang dari tadi terus mengarahkan agar massa aksi tenang meminta pimpinan-pimpinan organisasi untuk mengevakuasi anggotanya masing-masing, dan menuntut agar kawan yang ditangkap, dilepaskan. Polisi menolak, dan meminta agar massa aksi mundur, baru mau melepaskan kawan-kawan yang ditangkap. Korlap terus mendesak, begitu juga pimpinan-pimpinan organisasi bernegosiasi terus, sementara kerumunan massa makin berang. Kawan-kawan yang ditangkap pada akhirnya memang dilepaskan, tapi setelah babak belur dipukuli.
                                    -          Polisi dan pihak DPRD menawarkan dialog untuk mengakomodir tuntutan-tuntutan massa aksi. Namun, Sarinah menyatakan dengan tegas bahwa yang Aliansi minta adalah pertanggungjawaban kepolisian dan DPRD terhadap tindakan represi tersebut, karena menurutnya, anggota DPRD sama sekali tidak punya kapasitas untuk memenuhi kehendak perjuangan politik dalam menggulingkan SBY-BUDIONO. “Kita konsisten pada perencanaan awal kita, kawan-kawan, bahwa hari ini kita mau masuk ke gedung DPRD untuk menjadikannya sebagai panggung perlawanan kita. Sudah berkali-kali kita dialog mengenai program-program kita, tapi tak satupun yang dipenuhi hingga saat ini. Dan kita dengan tegas sedang membangun gerakan untuk menggulingkan Pemerintahan elit-elit politik busuk yang dari partai-partai politik penipu rakyat yang ada di DPR yang hari ini di bawah kepemimpinan SBY-Budiono. Kita jangan mau isu kita dimutasikan.”
                                        -      Pimpinan-pimpinan organisasi yang tergabung melakukan perundingan secara terpisah.
                                        -      Orasi politik oleh Risdiyanto dari PPBI. “Mengapa kita direpresif, kawan-kawan? Jawabannya adalah itu karena ada antek-anteknya kapitalis. Parlemen, kepolisian, TNI dan semua elit-elit politik yang menghamba kepada asing, imprealisme. Oleh karena itu, tindakan represif aparat kepolisian tadi itu adalah konsekuensi logis dari sistem kapitalisme yang terus diamini oleh rezim sekarang ini. Itulah model sistem kapitalisme; itulah model sistem yang tidak memanusiakan manusia; itulah sistem yang berdasarkan penghisapan manusia atas manusia yang lainnya, kawan-kawan…hari ini kita berada di sini adalah untuk menyampaikan apa yang menjadi sikap politik kita, kawan-kawan, tapi apa yang kita dapati adalah tindakan represif dari aparat kepolisian, kawan-kawan. Aparat kepolisian telah melanggar hak-hak azasi manusia, kawan-kawan. Perjuangan kita hari ini adalah perjuangan kemerdekaan bagi rakyat, perjuangan kemerdekaan tanpa penindasan. Tidak akan ada kemerdekaan di bawah sistem kapitalisme. Kita butuh sebuah sistem baru, sistem yang tanpa penindasan, yang hanya bisa kita perjuangkan lewat penggulingan kekuasaan, lewan penggulingan kekuasaan rezim kapitalisme saat ini. Kita harus memperjuangkan pemerintahan rakyat miskin. Bahwa buruh mampu memerintah, bahwa petani mampu memerintah, bahwa mahasiswa mampu memerintah, bahwa kaum miskin kota mampu  memerintah…”
                                        -      Semua pimpinan organisasi memutuskan untuk tidak perlu mendengarkan apa kata pihak DPRD, tapi menuntut pertanggungjawab akan tindakan represi aparat terhadap sejumlah massa aliansi. Yang harus dilakukan kemudian adalah memperkarakan kasus represi ini secara hukum dengan mengadukannya ke LBH dan KOMDA HAM Sulteng. Dan, gerakan yang mengusung isu penggulingan akan terus diLANJUTKAN!

03.25                         :   -      Hamzah Siji terus berorasi mengobarkan perlawanan massa, dan menyatakan bahwa aksi front tidak hanya sampai di sini, “kita akan datang lagi untuk terus menuntut dan berjuang demi revolusi.” Ia memimpin massa untuk menyayikan lagu darah juang.

13.32                         :   -      Massa aksi keluar meninggalkan halaman gedung DPRD menuju taman Gor. Sambil berjalan, mereka menyanyikan lagu-lagu perjuangan dan meneriakkan yel-yel perlawanan. Karena kesal, mobil polisi hampir saja dilempari dengan batu, namun Korlap dengan sigap menenangkan massa agar tidak bertindak anarkis.

13.48                         :   -      Massa tiba kembali di Taman Gor.


Sekian.

Palu, 28 Oktober 2010

Kronolog, Helmina.

ALIANSI MASYARAKAT PEDULI BANGSA INDONESIA (AMPIBI) SULAWESI TENGAH
BEM Universitas Al-Khairaat (UNISA), BEM Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Datokarama Palu, Persatuan Pergerakan Buruh Indonesia (PPBI), Perempuan Mahardhika, Forum Komunikasi (FORKOM) BEM se-kota Palu, Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional (Pembebasan), Komite Mahasiswa Demokratik (KOMRAD), Himpunan Mahasiswa Islam-Majelis Penyelamat Organisasi (HMI-MPO), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Komunitas Muda Progresif (KOMA-Progresif), Sanggar Seni Kerakyatan (SANSKERTA), dan Femme Progresif


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PHK Karena Pandemi

Belakangan marak pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan pandemi Covid-19 (virus corona). Pengusaha mengaku order mengalami penurunan akibat perlambatan ekonomi, sehingga terpaksa harus melakukan PHK terhadap para pekerja dengan alasan force majeur (keadaan memaksa). Kondisi ini terutama menimpa industri tekstil yang padat karya dan sangat kompetitif dalam persaingan di pasar. Akibatnya terjadi dua jenis PHK sebagai berikut: 1. PHK bagi pekerja berstatus kontrak dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Pekerja kontrak dikenai PHK begitu saja tanpa diberikan uang sisa masa kontrak. Dalihnya adalah keadaan memaksa menyebabkan perjanjian batal dengan sendirinya sebagaimana yang diatur dalam: a. Pasal 1244 KUH Perdata Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertangg

Resume Situasi Sulawesi Tengah tahun 2009

Situasi Daerah Ø   Kapitalisme sebagai tahap tertinggi/akhir dari masyarakat berkelas yang didorong oleh krisis-krisisnya telah mengintegrasikan dunia ke dalam satu cara produksi kapitalis. Ø   Kebijakan neoliberalisme sebagai obat dari krisis kapitalisme, yang saat ini dipakai sebagai mazhab ekonomi di Indonesia semakin memperdalam kemiskinan rakyat Indonesia, termasuk di daerah Sulawesi Tengah. Ø   Pada prinsipnya, berbagai kebijakan politik yang diproduk di Sulawesi adalah untuk memperkuat berbagai kebijakan rezim neoliberal untuk memuluskan masuknya modal asing. Apalagi, karakter borjuis lokal/elit daerah yang pengecut, bertenaga produktif sangat rendah, berpolitik untuk bisa korupsi, sehingga tidak heran banyak elit-elit politik yang menjadi kaya mendadak setelah memegang jabatan politik tertentu.

Lagi-lagi, Warga Jadi Korban Aparat

Darah kembali mengalir dari daging yang tertancap peluru. Korban itu bernama Erik alias Heri, warga Pakuli, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Heri meninggal terkena tembakan peluru polisi pada Minggu dini hari (9/10). Penyerbuan polisi itu dipicu oleh aksi tawuran antar-pemuda desa Bangga dan desa Kinta. Selain Heri, tiga korban lainnya luka-luka terkena peluru. Aliansi Masyarakat Anti Company (AMAN) Sulteng menggalang dana dengan turun ke jalan. Aksi ini sebagai bentuk protes kepada kepolisian yang melakukan penembakan hingga menewaskan nyawa warga. “Kami benar-benar mengutuk tindakan aparat polisi yang membabi-buta. Sumbangan ini bukan untuk membantu polisi bertanggungjawab, sumbangan ini untuk memperlihatkan bahwa masyarakat masih punya solidaritas. Semua dana yang terkumpul berjumlah Rp 1,7 juta sudah kami berikan ke beberapa korban,” kata Koordinator AMAN Sulteng, Nasrullah, pada Minggu (16/10).