Langsung ke konten utama

Mengusir Pedih

Kepedihan pernah menghujamkan kuku-kukunya ke dada ini,
ke dada kau, ke dada kita, ke dada mereka yang entah berapa juta
kepedihanku ini memang kecil saja,
mungkin sungguh tak berarti
disandingkan dengan derita orang-orang di luar sana.
Aku tahu itu dengan pasti.


Lagu-lagu sedih memainkan iramanya bernada cinta,
hingga putus dawai-dawainya,
patah jiwa raga,
namun belumlah mati ia.

Tak jua reda
mengendap saja menebal
tak terasa apa-apa
beku begitu saja.

Semayam pikir gejolak jiwa
meronta-ronta mendera luka
ingin sembuh ia
tak bisa-bisa, putus asa.

Hanya keheningan saja teman berkawan,
dengan sedikit awan,
tapi bukan pelarian,
tak akan.

Berusaha lagi
dengan segala cara
karena dunia ini
sangatlah kaya.

September 11, 2010 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengorbanan Terbaik Manusia Indonesia*

Oleh: Sherr Rinn “Orang yang paling bahagia adalah mereka yang memberikan kebahagiaan terbesar kepada orang lain.” (Status Facebook Sondang Hutagalung, 19 September 2011) “Untuk memberikan cahaya terang kepada orang lain kita jangan takut untuk terbakar. Dan bagi mereka yang terlambat biarlah Sejarah yang menghukum-nya.” (Sondang Hutagalung)

FPRM Sulteng Serukan Lawan Korupsi dengan Membangun Gerakan Rakyat Mandiri

FPRM News – Puluhan massa Front Politik Rakyat Miskin (FPRM) Sulteng melakukan aksi peringatan hari Anti Korupsi se-dunia di depan gedung DPRD Sulteng pada hari Rabu (09/12) lalu. Massa aksi menuntut penuntasan semua kasus di Indonesia secara transparan dan partisipatif. Menurut mereka rezim SBY-Budiono dan elit-elit politik di parlemen maupun di yudikatif tidak mampu menutaskan kasus korupsi yang terjadi karena lemahnya tenaga produktif dan tingginya budaya konsumerisme.

Sering Dituduh Pencuri Bisa Dapat Penghargaan

Subuh, gelap, belum ada cahaya matahari yang menghalau ketenaran bintang-bintang di langit. Sebagian besar orang masih meringkuk di tempat tidur. Sementara itu, orang-orang yang taat ibadah berlomba memenuhi panggilan masjid untuk shalat. Pria bertubuh sedang, berkulit cokelat ini  juga sudah bangun, bahkan pada jam 5 sepagi itu, ia sudah siap bergegas meninggalkan rumah. Rumah kontrakan berdinding papan beratapkan rumbia. Kisah ini bukan kisah seorang tani di desa. Ia hidup di kota Palu, bertempat tinggal di jalan Nenas.