Kantuk tak kunjung tiba
walau badan sudah mengiba
jiwa tenang mendendangkan sunyi
sesekali meronta-ronta berkecamuk minta dikasihani.
Ugh, habis lah kau,
kurajamkan amarah pada kesedihan,
lalu melembut lagi pada dengan ketakjiman.
Kebahagiaan dan kesedihan, sini kupeluk kau,
dengan mataku yang berkilat-kilat sendu.
Bolehlah kau mencederai hatiku,
dengan luka sulit sembuh,
menggerus jiwa raga,
tatkala kau lepaskan aku dari tempat sangat tinggi
jatuh menghempas bumi,
remuk hancur berkeping-berkeping.
Bolehlah, bahkan bila kau mau coba-coba (lagi).
Meski kau tahu itu pedih perih,
menusuk-nusuk.
Ya, tidak apa-apa,
karena aku bisa bangkit lagi,
lebih kuat pasti,
mungkin juga tidak,
tak apa-apa.
Tapi tak ada yang bisa menghentikan kemauan intelektualku untuk bebas.
Lero Tatari, 30 Agustus 2010
walau badan sudah mengiba
jiwa tenang mendendangkan sunyi
sesekali meronta-ronta berkecamuk minta dikasihani.
Ugh, habis lah kau,
kurajamkan amarah pada kesedihan,
lalu melembut lagi pada dengan ketakjiman.
Kebahagiaan dan kesedihan, sini kupeluk kau,
dengan mataku yang berkilat-kilat sendu.
Bolehlah kau mencederai hatiku,
dengan luka sulit sembuh,
menggerus jiwa raga,
tatkala kau lepaskan aku dari tempat sangat tinggi
jatuh menghempas bumi,
remuk hancur berkeping-berkeping.
Bolehlah, bahkan bila kau mau coba-coba (lagi).
Meski kau tahu itu pedih perih,
menusuk-nusuk.
Ya, tidak apa-apa,
karena aku bisa bangkit lagi,
lebih kuat pasti,
mungkin juga tidak,
tak apa-apa.
Tapi tak ada yang bisa menghentikan kemauan intelektualku untuk bebas.
Lero Tatari, 30 Agustus 2010
Komentar
Posting Komentar